1. Latar
Belakang
Telekomunikasi merupakan salah
satu infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka
mendukung peningkatan berbagai aspek, mulai dari aspek perekonomian,
pendidikan, dan hubungan antar bangsa, yang perlu ditingkatkan melalui
ketersediaannya baik dari segi aksesibilitas, densitas, mutu dan layanannya
sehingga dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Beberapa alasan telekomunikasi
perlu diatur adalah:
1.
Telekomunikasi
merupakan suatu bidang yang menguasai hajat hidup orang banyak sehingga
pengaturannya perlu dilakukan secara khusus agar sesuai dengan Prinsip Ekonomi
indonesia yang terdapat dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD
1945).
2.
Telekomunikasi
mempunyai arti penting karena dapat dipergunakan sebagai suatu wahana untuk
mencapai pembangunan nasional dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang
merata materiil dan spiritual, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
3.
Penyelenggaraan
telekomunikasi juga mempunyai arti strategis dalam upaya memperkokoh persatuan
dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung terciptanya
tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan
antar bangsa.Sejak tahun 1961, industri telekomunikasi di Indonesia telah mengalami
kemajuan berarti dengan dimilikinya industri ini secara tunggal oleh perusahaan
negara.
Menurut beberapa sumber, faktor yang memicu
lahirnya UU No. Tahun 1999 adalah:
1. Perubahan
teknologi;
2. Krisis
Ekonomi, Sosial dan Politik; serta
3. Dominasi
pemerintah dalam penyelenggaraan telekomunikasi dan proyek Nusantara21;
4. Perubahan
nilai layanan telekomunikasi dari barang publik menjadi komoditas;
5. Teledensity
rendah;
6. Masuknya
modal asing di sektor telekomunikasi;
7. Keterbatasan
penyelenggara pada era monopoli dalam hal pembangunan infrastruktur;
8. Pergeseran
paradigma perekonomian dunia, dari masyarakat
industri menjadi masyarakat informasi;
9. Praktik
bisnis yang tidak sehat di sektor telekomunikasi; dan
10. Kurangnya
sumber daya manusia di sektor telekomunikasi.
2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan UU No.
36 mengenai telekomunikasi ini agar setiap penyelenggara jaringan dan
penyelenggara jasa telekomunikasi di Indonesia dapat mengerti dan memahami
semua hal yang berhubungan dengan telekomunikasi dalam bidang teknologi
informasi dari mulai azas dan tujuan telekomunikasi, penyelenggaraan
telekomunikasi, penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana.
Jadi, kemajuan dalam
bidang telekomunikasi ini tidak menimbulkan adanya keterbatasan dalam mengatur
penggunaannya dibidang teknologi informasi, karena sebagaimana yang kita
ketahui, bahwa telekomunikasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
kehidupan teknologi informasi ini sebagai salah satu industri yang selalu
mengalami perubahan yang sangat dinamis, baik dari teknologi, aplikasi, layanan
dan tuntutan kebutuhan pemakai jasa.
3. Batasan
Masalah
Dalam halnya mengenai
keterbatsan UU Telekomunikasi No 36 Tahun 1999 ini, sejauh dari analisis kami
bahwasannya tidak ditemui adanya sebuah keterbatasan mengenai pengaturan
penggunannya dalam teknologi informasi, karena di dalamnya sudah dijelaskan
sesuai dengan fungsi UU itu sendiri yaitu sebagai pengatur penyelenggara
telekomunikasi antara penyelenggara dan pemakai jasa. Justru keberadaan UU ini
dapat menjadi pilar dari proses penyelegaraan telekomunikasi negara yang
demokratis, tidak adanya keterpihakan yang diuntungkan dengan UU ini. Dan
melalui UU Telekomunikasi ini, penyelenggara dan pemakai jasa dapat memperoleh
suatu kerangka pengaturan mengenai penggunaan telekomunikasi yang lebih sesuai
dengan perkembangan teknologi informasi, sehingga industri telekomunikasi tetap
tumbuh dan berkembang.
4.
PEMBAHASAN
4.1
Penjelasan
UU No.36 Tentang Telekomunikasi
Undang-undang Nomor 36 Tahun
tentang Telekomunikasi, pembangunan dan penyelenggaraan telekomunikasi telah
menunjukkan peningkatan peran penting dan strategis dalam menunjang dan
mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan,
mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka wawasan nusantara, dan memantapkan
ketahanan nasional serta meningkatkan hubungan antar bangsa. Perubahan
lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung
sangat cepat mendorong terjadinya perubahan mendasar, melahirkan lingkungan
telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara pandang dalam penyelenggaraan
telekomunikasi, termasuk hasil konvergensi dengan teknologi informasi dan
penyiaran sehingga dipandang perlu mengadakan penataan kembali penyelenggaraan
telekomunikasi nasional.
4.2 Tujuan
Penyelenggaraan Telekomunikasi
Tujuan penyelenggaraan telekomunikasi yang demikian dapat dicapai, antara lain, melalui reformasi telekomunikasi untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan telekomunikasi dalam rangka menghadapi globalisasi, mempersiapkan sektor telekomunikasi memasuki persaingan usaha yang sehat dan profesional dengan regulasi yang transparan, serta membuka lebih banyak kesempatan berusaha bagi pengusaha kecil dan menengah. Dalam pembuatan UU ini dibuat karena ada beberapa alasan,salahsatunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi dan untuk manjaga keamanan bagi para pengguna teknologi informasi.
Berikut adalah beberapa pengertian yang
terdapat dalam UU No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi:
1. Telekomunikasi adalah
setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam
bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem
kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik Iainnya;
2. Alat
telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam
bertelekomunikasi;
3. Perangkat
telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan
bertelekomunikasi;
4. Sarana
dan prasarana tetekomunikasi adalah segala sesuatu yang memungkinkan dan
mendukung berfungsinya telekomunikasi;
5. Pemancar
radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan
gelombang radio;
6. Jaringan
telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan
kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
7. Jasa
telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan
bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi;
8. Penyelenggara
telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah,
badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi
pertahanan keamanan negara;
9. Pelanggan adalah
perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan
telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak;
10. Pemakai adalah
perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan
telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang tidak berdasarkan kontrak;
11. Pengguna adalah
pelanggan dan pemakai;
12. Penyelenggaraan
telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi
sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.
13. Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat,
peruntukan, dan pengoperasiannya khusus;
14. Interkoneksi adalah
keterhubungan antarjaringan telekomunikasi dan penyelenggara jaringan telekomunikasi
yang berbeda;
15. Menteri adalah
Menteri yang ruang Iingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
telekomunikasi.
4.3 CONTOH KASUS : Dani
Xnuxer versus KPU
Masih segar dalam ingatan
kita bagaimana seorang Dani Firmansyah menghebohkan dunia hukum kita dengan
aksi defacing-nya. Defacing alias pengubahan tampilan situs memang tergolong
dalam cybercrime dengan menggunakan TI sebagai target.Sesungguhnya aksi ini
tidak terlalu fatal karena tidak merusak data penting yang ada di lapisan dalam
situs tersebut.Aksi ini biasa dilakukan sekadar sebagai peringatan dari satu
hacker ke pihak tertentu.Pada cyberwar yang lebih besar ruang lingkupnya,
defacing melibatkan lebih dari satu situs.Defacing yang dilakukan Dani alias
Xnuxer diakuinya sebagai aksi peringatan atau warning saja.Jauh-jauh hari
sebelum bertindak, Dani sudah mengirim pesan ke admin situs
http://tnp.kpu.go.id bahwa terdapat celah di situs itu.Namun pesannya tak
dihiraukan.Akibatnya pada Sabtu, 17 April 2004, tepatnya pukul 11.42, lelaki
berkacamata itu menjalankan aksinya. Dalam waktu 10 menit, Dani mengubah nama
partai-partai peserta Pemilu dengan nama yang lucu seperti Partai Jambu, Partai
Kolor Ijo dan sebagainya. Tidak ada data yang dirusak atau dicuri.Ini aksi
defacing murni. Konsultan TI PT. Danareksa ini menggunakan teknik yang memanfaatkan
sebuah security hole pada MySQL yang belum di patch oleh admin KPU. Security
hole itu di-exploit dengan teknik SQL injection. Pada dasarnya teknik tersebut
adalah dengan cara mengetikkan string atau command tertentu pada address bar di
browser yang biasa kita gunakan. Seperti yang diutarakan di atas, defacing
dilakukan Dani sekadar sebagai unjuk gigi bahwa memang situs KPU sangat rentan
untuk disusupi.Ini sangat bertentangan dengan pernyataan Ketua Kelompok Kerja
Teknologi Informasi KPU Chusnul Mar’iyah di sebuah tayangan televisi yang
mengatakan bahwa sistem TI Pemilu yang bernilai Rp. 152 miliar, sangat aman
99,9% serta memiliki keamanan 7 lapis sehingga tidak bisa tertembus hacker.
Dani sempat melakukan spoofing alias penghilangan jejak dengan memakai proxy server Thailand, tetapi tetap saja pihak kepolisian dengan bantuan ahli-ahli TI mampu menelusuri jejaknya.Aparat menjeratnya dengan Undang-Undang (UU) No. 36 / 1999 tentang Telekomunikasi, khususnya pasal 22 butir a, b, c, pasal 38 dan pasal 50.Dani dikenai ancaman hukuman yang berat, yaitu penjara selama-lamanya enam tahun dan atau denda sebesar paling banyak Rp. 600 juta rupiah.
Berikut kutipan UU No. 36/1999 :
Pasal 22
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa
hak, tidak sah / memanipulasi :
a. akses ke
jaringan telekomunikasi ; dan atau
b. akses
ke jasa telekomunikasi ; dan atau
c. akses ke
jaringan telekomunikasi khusus.
Pasal 50
Barang siapa yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama
6 (enam) tahun atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah).
Akhirnya Dani Firmansyah dituntut hukuman satu tahun penjara dan denda Rp. 10 juta subsider tiga bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum Ramos Hutapea dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 9 November 2004.
KESIMPULAN
Kesimpulan,
dengan UU No. 36 tahun 1999 seperti yang tercantum diatas, memiliki ruang
lingkup untuk pengguna telekomunikasi yang terbatas. Tidak ada kebebasan dalam
penyampaian pandangan mereka.Namun yang sangat disayangkan adalah kepada
penyelenggara telekomunikasi. Mereka akan mendapatkan sangsi, namun sangsi itu
bukan mereka yang melakukan, namun imbas dari pengguna jasa nakal yang membuka
atau mengakses sesuatu dengan ilegal.
DAFTAR PUSTAKA
1. silvergrey23.blogspot.com/2012/04/uu-no36-tentang-telekomunikasi.html?m=1
2. kelompok4-eptik.blogspot.com/2013/04/e-contoh-kasus-cybercrime.html?m=1
3. www.manajementelekomunikasi.org/2012/09/perubahan-undang-undang-telekomunikasi.html?m=1
4. thejoriza.blogspot.com/2012/11/undang-undang-no-36-tahun-1999-tentang.html?m=1
5. utiemarlin.blogspot.com/2010/04/uu-no-36-tentang-telekomunikasi-dalam.html?m=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar